Baturaja,Beritanusantara.news — Pelaporan kasus dugaan suap oknum Bawaslu OKU ke Polres dan Kejaksaan OKU oleh 7 (tujuh) Ormas dan LSM di OKU sebagaimana diberitakan rumahberita.co.id. (06/03/24), dinilai oleh Pengamat Politik dari Universitas Baturaja, Yahnu Wiguno Sanyoto, kurang tepat dan belum tuntas.
.
Hal itu dikatakan Yahnu, menanggapi apa yang telah dilakukan oleh Ormas dan LSM seperti; Masyarakat Anti Korupsi Sumsel, DPC LSM Ratu Adil Indonesia, Forum Komunikasi Sumatera Selatan Bersatu, Gerakan Masyarakat Peduli Demokrasi, Pekat IB, LSM Geram Banten Indonesia DPC-DPD OKU Sumsel, dan Gerakan Masyarakat Anti Kolusi Nepotisme.
.
” Iya, hal tersebut menurut saya kurang tepat dan belum tuntas,” ungkapnya.
.
Terkait “kurang tepat”, ia pun memberikan alasan bahwa konteks dugaan pelanggaran yang dilaporkan adalah pelanggaran Pemilu yang secara spesifik telah diatur di dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 junto Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2023 Tentang Pemilihan Umum (Pemilu) sehingga tata cara, prosedur, dan mekanisme penanganannya pun harus berdasarkan ketentuan yang diatur di dalam Undang-Undang Pemilu tersebut dan aturan teknisnya seperti Peraturan Bawaslu Nomor 7 Tahun 2022 Tentang Penanganan Temuan dan Laporan Pelanggaran Pemilihan Umum. Jika didalamnya mengandung dugaan pelanggaran Tindak Pidana Pemilu (TPP) maka laporan tersebut semestinya dilaporkan ke Bawaslu OKU dan diproses bersama dengan unsur Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) OKU yang sebenarnya di dalamnya juga terdiri dari unsur Polres OKU dan Kejaksaan Negeri OKU. Namun karena pada peristiwa ini, oknum Bawaslu OKU yang dilaporkan, sebaiknya laporan disampaikan kepada Bawaslu 1 (satu) tingkat diatasnya yaitu Bawaslu Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel). Di sana terdapat Gakkumdu Provinsi, yang terdiri dari unsur Bawaslu Provinsi Sumsel, Polda Sumsel, dan Kejaksaan Tinggi Sumsel.
.
Sementara itu, mengapa “belum tuntas”, Yahnu yang juga Ketua Program Studi Ilmu Pemerintahan FISIP Unbara menjelaskan bahwa dalam konteks kasus yang dilaporkan selain melaporkan oknum Bawaslu OKU, semestinya teman-teman Ormas dan LSM juga melaporkan calon legislatif atau mungkin tim pelaksana dan/atau tim kampanye yang diduga memberikan suap karena hal tersebut melanggar larangan kampanye Pemilu dan mengarah pada praktik politik uang.
.
Kejadian tersebut misalnya, dapat dikonfirmasi ke UU Pemilu atas dugaan melanggar Pasal 280 ayat 1 huruf (j), yang mengatakan bahwa, “Pelaksana, peserta, dan tim Kampanye Pemilu dilarang menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta Kampanye Pemilu”, yang sanksi pidananya diatur di dalam Pasal 523:
.
Ayat (1) Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta Kampanye Pemilu secara langsung ataupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (1) huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
.
Ayat (2) Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja pada Masa Tenang menjanjikan atau memberikan imbalan uang atau materi lainnya kepada Pemilih secara langsung ataupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 278 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp48.000.000,00 (empat puluh delapan juta rupiah).
.
Ayat (3) Setiap orang yang dengan sengaja pada hari pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada Pemilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
.
Yahnu pun tidak menampik, terdapat pasal lain di dalam UU Pemilu yang diduga dilanggar. Hal tersebut menurutnya menjadi ranah/tugas bagi Pengawas Pemilu untuk mengkajinya sehingga diperoleh informasi yang utuh atas dugaan pelanggaran yang terjadi.
.
” Bagi calon legislatif hal ini mengarah pada dugaan pelanggaran administratif dan TPP sedangkan bagi oknum Bawaslu OKU mengarah pada dugaan pelanggaran TPP dan kode etik penyelenggara Pemilu. Peristiwa ini, tentu saja secara prosedur masih harus dibuktikan kebenarannya melalui serangkaian proses penanganan pelanggaran Pemilu “, ungkapnya.
.
Maka dari itu, Bawaslu OKU secara kelembagaan harus tetap menjalankan tugas, wewenang, dan kewajibannya secara profesional dan berintegritas karena tahapan Pemilu Tahun 2024 belum berakhir.
.
Disisi lain, Yahnu juga mengapresiasi semangat teman-teman Ormas dan LSM sepanjang dilakukan dengan niat baik sebagai upaya menjaga integritas proses dan hasil dari Pemilu Tahun 2024. Oleh karenanya, dalam menyampaikan laporan juga tidak boleh parsial. Artinya selain menjadikan oknum Bawaslu OKU terlapornya, teman-teman Ormas dan LSM juga menjadikan para pemberi suap tersebut sebagai terlapornya dengan disertai bukti yang cukup untuk juga diusut dan diberikan sanksi yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
.
“Ke depan, kita akan dihadapkan pada kontestasi Pemilihan Kepala Daerah (Pemilihan) Serentak Tahun 2024 dan tentu kita berharap agar situasi sosial politik di OKU lebih kondusif. Para pemangku kepentingan yang terkait pun harus turut serta mengawal perjalanan demokrasi di Bumi Sebimbing Sekundang ini agar dapat berjalan aman, tertib, dan damai”, tutupnya. (Yuni)
Post Views: 576