Peringati Hardiknas 2024, Program Studi Ilmu Pemerintahan FISIP Unbara Gelar Seminar Nasional Bersama Program Studi Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Muhammadiyah Ponorogo

oleh -319 Dilihat
banner 468x60
Ponorogo,Beritanusantara.news — Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Baturaja (Unbara) memperingati Hari Pendidikan Nasional Tahun 2024 dengan menggelar kegiatan akademis berupa Seminar Nasional yang mengangkat tema, “Tata Kelola Pemerintahan Daerah Berbasis Collaborative Governance”, bertempat di Aula Universitas Muhammadiyah Ponorogo, Kamis (02/05/24).
Kegiatan ini terlaksana atas Kerjasama antara Program Studi Ilmu Pemerintahan FISIP Unbara dengan Program Studi Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Muhammadiyah Ponorogo. Pemateri pada kegiatan Seminar Nasional ini terdiri dari Dr. Santi Indriani, M.H., yang merupakan Dosen Tetap Program Studi Ilmu Pemerintahan FISIP Unbara dan Dr. Dian Suluh, yang merupakan Dosen Tetap Program Studi Ilmu Pemerintahan FISIP UM. Ponorogo.
.
Dian Suluh, dalam paparannya menjelaskan bahwa konsep collaborative governance merupakan konsep tata kelola pemerintahan yang melibatkan peran pemangku kepentingan, seperti: pemerintah, masyarakat, dan swasta. Ia pun mencontohkan, salah satu hasil dari implementasi konsep collaborative governance adalah pembangunan Jalan Cokroaminoto. Ia menceritakan bahwa pembangunan jalan tersebut berawal dari adanya keluhan masyarakat dalam melakukan aktivitas perekonomian. Jalan tersebut kemudian dibangun atas usul Pemerintah Daerah setempat dan bekerjasama dengan berbagai pihak seperti: bank, pengusaha, organisasi kemasyarakatan (Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama), dan masyarakat luas sehingga jalan tersebut relatif cepat pembangunannya dan saat ini menjadi salah satu akses utama atau jantung Kabupaten Ponorogo.
Ia juga menjelaskan dalam konsep collaborative governance prinsip-prinsip dasar yang harus dipegang adalah bagaimana membangun kepercayaan antar pemangku kepentingan, transparansi, akuntabilitas, dan kesetaraan dalam bekerjasama sehingga akan terbangun sinergitas dan inovasi sekalipun masih ada beberapa tantangan yang dihadapi seperti: keterbatasan sumberdaya, koordinasi yang kompleks, atau perbedaan agenda prioritas yang dimiliki oleh para pemangku kepentingan.
.
Sementara itu, Santi Indriani, menambahkan bahwa dalam membangun collaborative governance sangat dimungkinkan munculnya hambatan yang mau tidak mau, suka tidak suka harus dihadapi apapun resikonya. Terdapat setidaknya 3 (tiga) faktor yang dapat menjadi penyebab terhambatnya collaborative governance: (1) faktor budaya. Kolaborasi antar pemangku kepentingan dapat gagal apabila birokrasi secara kultur masih bersifat kaku, prosedural, dan tidak berani melakukan inovasi; (2) faktor institusi. Kolaborasi dapat gagal jika organisasi birokrasi masih terjebak pada struktur yang bersifat vertical; dan (3) faktor politik. Kolaborasi dapat gagal karena kurangnya inovasi yang dimiliki oleh para pejabat/pemimpin dalam mencapai tujuan-tujuan strategis karena begitu banyaknya tujuan-tujuan politik yang begitu kompleks dan kontradiktif dengan semangat collaborative governance.
Dalam perspektif hukum, peran para pemangku kepentingan dapat berupa membuat kebijakan, sebagai koordinator, fasilitator, implementator, maupun akselerator, tutupnya.
Pada Seminar Nasional ini, sangat terlihat begitu antusiasnya mahasiswa Program Studi Ilmu Pemerintahan untuk mengetahui lebih mendetail dan komprehensif mengenai konsep dan implementasi collaborative governance dalam tata kelola pemerintahan agar terwujud clean and good governance. (Yuni)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.